P I L I H
E D I S I | April 2003 | Mei | Juni | Juli | Agustus | September | Oktober | Nopember | Desember | Januari | Februari | Maret 2004 |
Petis Sidoarjo Terkendala Proses Pengawetan
|
|
|
Sidoarjo, KOMPAS -
Untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas, pengusaha petis udang Kelurahan
Sekardangan, Sidoarjo, terkendala persoalan teknik pengolahan serta pengawetan
produk. Padahal, dengan kemampuan produksi rata-rata 4,5 kuintal per hari,
sekitar delapan pengusaha petis udang di kawasan ini mampu memasarkan produksi
mereka ke beberapa kota seperti Surabaya, Malang, Mojosari, Mojokerto, dan
Banyuwangi.
"Selama ini petis
hanya bisa bertahan dua minggu, setelah itu berjamur. Hal itu tidak menjadi
masalah jika kami hanya memasarkannya ke para pelanggan seperti biasa. Sebe-lum
dua minggu barang dipastikan sudah habis terjual. Tetapi, jika kami mencoba
memasarkannya ke lokasi baru, belum tentu dalam dua minggu petis kami habis
terjual. Karena itulah kami perlu mengawetkan petis, tetapi tidak tahu
caranya," ujar Abdul Mudjib, salah seorang produsen di Sidoarjo, Kamis
(25/4).
Selama ini, Mudjib juga
mengaku belum pernah men-dapat penyuluhan atau bimbingan dari instansi terkait
dalam proses pengolahan petis udang. Karena itu, dia berinisiatif mencari tahu
sendiri bahan-bahan pengawet yang bisa digunakan. "Saya pernah mencoba
bahan pengawet jenis benzoat dan nipagin yang katanya aman, tetapi
kenyataannya cuma bisa tahan sebulan. Padahal, kalau diolah kembali oleh
agen-agen langganan saya, petis bisa bertahan sampai empat bulan. Mereka tidak
mau memberi tahu caranya," tambahnya.
Mudjib dan para produsen
lain menjual petis udang dengan harga Rp 6.000 per kg ke agen atau toko-toko
langganan di beberapa daerah. Para produsen ini mengemas petis mereka ke dalam
ember-ember plastik berukuran empat sampai 12 kg atau ke kaleng bekas minyak
sayur dengan berat mencapai 12 kg.
Di tangan para agen petis
dikemas ulang ke dalam wadah yang lebih kecil dan diberi merek. "Sampai
sekarang saya merasa tidak perlu mencantumkan merek untuk petis saya. Toh
dengan penjualan yang sekarang saja buat saya sudah cukup," ujarnya.
Sederhana
Usaha pengolahan petis udang
di Kelurahan Sekardangan ini sudah dimulai sejak lebih dari tiga dekade lalu.
Dimulai dari usaha yang dirintis H Baydlowi, yang saat itu masih menggunakan
peralatan sederhana seperti lumpang untuk menumbuk rebusan kepala udang dan
tungku perapian. Kemampuan produksinya pun masih kecil dan hanya dipasarkan ke
sekitar Sidoarjo dan Surabaya. Hingga sekarang usahanya menyerap 10 pekerja.
Untuk memproduksi empat
setengah kuintal petis diperlukan satu ton lebih bahan baku kepala udang. Bahan
baku itu dibeli dari pabrik-pabrik pengolahan udang ekspor seharga Rp 200 per
kg. Setiap kali produksi sedikitnya harus tersedia modal Rp 5 juta sampai Rp 10
juta.
Setelah itu bahan baku
direbus selama empat jam dan dihaluskan dengan menggunakan mesin penggiling.
Setelah digiling ampasnya diperas dan air perasan itulah yang menjadi bahan
utama pembuatan petis. "Proses membuatnya selama 24 jam dan dari bahan
baku yang sama bisa dibuat petis dengan dua kualitas berbeda," ujarnya.